Jejak Sejarah Bolaang Mongondow: Kerajaan, VOC & Kedatangan Arab
Ditulis oleh Redaksi Sejarah Nusantara | Sumber: Globalise VOC Archive, ANRI, Leiden Archives, Old Maps Online, ResearchGate, Jurnal Al-Isnad, dan arsip keluarga lokal![]() |
Gambar Ilustrasi |
Pendahuluan
Bolaang Mongondow merupakan salah satu kerajaan besar di Sulawesi Utara yang memiliki sejarah panjang dan kompleks, berakar dari peradaban adat lokal, bersentuhan dengan dunia kolonial, dan mengalami proses islamisasi yang unik. Wilayah ini memainkan peran penting dalam jalur perdagangan antara Sulawesi, Maluku, dan Filipina Selatan. Selain dikenal dengan kekayaan rempah dan hasil bumi, Bolaang Mongondow juga menjadi tempat pertemuan budaya Austronesia, Islam, dan Eropa.
Asal Usul dan Pemerintahan Adat
Kerajaan Bolaang Mongondow berakar dari sistem pemimpin adat bernama punu. Pada abad ke-17, Datu Loloda Mokoagow mengkonsolidasikan kekuasaan dan membentuk struktur kerajaan yang terorganisir, menjadikannya sebagai datu pertama. Wilayah kekuasaan meliputi Bolaang, Bintauna, Kotamobagu, dan sebagian Minahasa barat. Sistem pemerintahan mengatur tiga struktur sosial utama: bangsawan (kaungkang), rakyat biasa (paloko), dan budak (otutu), serta pemuka agama yang mulai mendapat posisi khusus sejak abad ke-18.
Jaringan Politik dan Diplomasi VOC
Arsip VOC mencatat adanya hubungan yang terstruktur antara penguasa Bolaang Mongondow dan administrator VOC di Ternate dan Batavia. Pada tahun 1752, Raja Bolaang menandatangani perjanjian dengan VOC yang memberi hak monopoli atas hasil bumi lokal, seperti damar, sarang burung walet, dan rotan. VOC memberikan senjata dan jaminan perlindungan dari bajak laut serta serangan dari Kesultanan Ternate. Dalam salah satu surat dagang, Bolaang disebut sebagai “titik strategis antara perairan utara Sulawesi dan jalur rempah dunia”.
Keturunan Raja-Raja Manoppo
- Jacobus Manoppo (1694–1730) — Raja kedua, beragama Katolik dan terlibat diplomasi awal dengan Belanda.
- Christofeel Manoppo (1770–1773) — Diasingkan oleh Belanda karena konflik politik.
- Cornelius Manoppo (1832–1858) — Tokoh penting dalam proses Islamisasi, menikahkan putrinya dengan ulama Hadrami.
- Kornelius II dan Laurens K. Manoppo — Meneruskan tahta hingga periode kemerdekaan Indonesia.
Kedatangan Arab Hadrami & Islamisasi Kerajaan
Gelombang migrasi Arab dari Hadramaut ke Sulawesi melalui Donggala dan Palu membawa pengaruh agama Islam ke wilayah Bolaang Mongondow sejak awal abad ke-19. Salah satu tokoh utama, Syarif Alwi Algaus, menetap di kerajaan dan menikah dengan putri dari Raja Cornelius Manoppo. Islamisasi dilakukan melalui pendekatan budaya lokal, pendirian langgar, dan penyebaran ajaran tarekat. Tradisi maulid, pengajian malam Jumat, dan wakaf menjadi bagian dari tatanan baru masyarakat Mongondow.
Silsilah Keturunan Syarif Alwi Algaus
- Syarif Ahmad Algaus – Dikenal sebagai "van Gobel", tokoh keagamaan
- Syarif Hasan Algaus – Dikenal sebagai "Makalalag", Tuan Syarif, Ber-pindah pindah tempat tinggal, Kotabangon, Bolaang, dan langgagon dan cikal bakal keturunan modern keluarga Algaus di Bolaang Mongondow.
Struktur Sosial dan Budaya
Sistem sosial masyarakat Mongondow terdiri dari tiga lapisan: bangsawan (kaungkang), rakyat biasa (paloko), dan budak (otutu). Setelah pengaruh Islam masuk, muncul juga kelompok ulama yang dihormati dalam struktur kekuasaan. Tradisi lisan dan sastra klasik seperti pantun Mongondow, ritual mododoli, serta sistem hukum adat adat istiadat kon diyo masih bertahan hingga kini.
Pendidikan dan Perubahan Modernitas
Pada awal abad ke-20, Belanda mendirikan sekolah rakyat dan sekolah zending di Kotamobagu. Sebagai respon, keluarga Arab dan bangsawan Muslim mendirikan madrasah dan pondok pesantren di daerah pesisir dan dataran tinggi. Persaingan lembaga pendidikan ini terekam dalam jurnal The Struggle of Islam and Christianity in the Establishment of Educational Institutions in Bolaang Mongondow (1905–1942). Meski sempat memunculkan ketegangan, integrasi pendidikan ganda ini kemudian membentuk karakter unik masyarakat lokal.
Visual Sejarah & Simbol
Foto-foto dari koleksi Boudewijn Huijgens memperlihatkan kehidupan rakyat di perkebunan dan jalan raya pada masa kolonial. Lambang kabupaten Bolaang Mongondow mencerminkan nilai Islam dan adat, dengan simbol bintang lima, perisai, dan tombak yang menjulang.
Referensi & Arsip Digital
- GLOBALISE VOC Archive – Huygens Institute
- ANRI – Arsip Nasional Republik Indonesia
- Old Maps Online – Peta Bolaang Mongondow
- ResearchGate – Sejarah Pendidikan Bolaang Mongondow
- Jaringan Arab Hadrami di Teluk Palu – ResearchGate
- Foto Kolonial – Boudewijn Huijgens
- Wikipedia – Kerajaan Bolaang Mongondow
Artikel ini merupakan hasil kompilasi literatur akademik, arsip kolonial, dan sumber lokal. Diharapkan menjadi sumber referensi otoritatif dan menarik bagi peneliti sejarah, pelajar, serta masyarakat Bolaang Mongondow sendiri.