Sejarah Pemerintahan,Bolaang Mongondow Raya
Bolaang Mongondow Raya (BMR) merupakan gabungan kerajaan-kerajaan mandiri di wilayah semenanjung utara Sulawesi. Awalnya terdiri dari dua kerajaan utama: Bolaang di utara dan Mongondow di selatan. Seiring waktu, wilayah ini terbagi menjadi empat divisi utama: Pesisir Bolaang, Passi (Sablah-Goenoeng), Lolayan (Sablah-Rata), dan Kotabunan (Sablah-Pante).
Wilayahnya bergunung-gunung, beberapa di antaranya bersifat vulkanik dan kaya akan hutan penghasil kayu unggulan. Selain hasil hutan, BMR menghasilkan kakao, kopi, kapas (sikayu Mogondo), lada, tembakau, lilin, sarang burung, emas, serta berbagai jenis buah-buahan. Populasinya pada pertengahan abad ke-19 diperkirakan antara 25.000 hingga 50.000 jiwa dengan keragaman suku dan agama.
Sistem Sosial dan Gelar Kehormatan
Struktur sosial masyarakat dibagi dalam tiga golongan: bangsawan (termasuk keluarga kerajaan dan kepala-kepala wilayah), rakyat bebas, dan budak. Namun, budak di wilayah ini tidak sepenuhnya kehilangan hak dan masih memiliki perlindungan sosial tertentu.
Adapun panggilan kehormatan yang berlaku adalah sebagai berikut:
- Abo — panggilan akrab kepada raja dan pangeran
- Bua' — panggilan akrab kepada putri
- Boki — untuk permaisuri atau ratu
Struktur Pemerintahan Tradisional
Pemerintahan dipimpin oleh seorang Raja yang dipilih oleh Dewan Kerajaan, bukan berdasarkan sistem monarki absolut. Raja dibantu oleh pejabat-pejabat seperti:
- Djoegoegoe — penyelenggara negara dan eksekutor utama
- Presiden Raja — semacam gubernur provinsi
- Kapitan-Laoet — pengelola urusan kelautan dan pertahanan
- Panghoeloe — kepala wilayah administratif
- Bobato / Mantris — penasihat dan menteri kerajaan
- Sangadi — kepala kampung atau desa
- Dan jabatan lain seperti Kimelaha, Kapala-Oepas, Kapala-Kadato, Letnan, Mayor, hingga Sahada (intendan pribadi Raja)
Ajakan untuk Pembaca
📌 Jika Anda menyukai artikel ini dan ingin terus mendukung literasi sejarah lokal, subscribe gratis dan bagikan artikel ini ke media sosial Anda agar makin banyak orang mengenal sejarah Bolaang Mongondow Raya!
Kerajaan-Kerajaan di BMR
Bolaang Uki
Berpenduduk sekitar 450 jiwa (tahun 1852), mayoritas Muslim. Pemerintahan dikendalikan oleh Raja dan dewan yang terdiri dari jabatan seperti Djogugo, Kapitan-Laoet, Marsaoli, dll.
Bintauna
Jumlah penduduk sekitar 880 jiwa. Pemerintahan mengikuti struktur yang sama dengan Bolaang Uki. Terletak di pantai utara, namun rajanya bermukim di wilayah Bolaang Mongondow.
Bolaang Itang
Populasi 2.750 jiwa (tahun 1852), berprofesi sebagai petani dan penambang emas. Pemerintahan dijalankan dengan perjanjian tahun 1855, 1859, 1878 dan 1880.
Kaidipang
Berpenduduk 2.200 jiwa (500 di kota utama). Hasil utama: emas, beras, sagu, dan kapas. Kontrak kerajaan dicatat pada tahun 1855, 1860, dan 1865.
Pengaruh VOC dan Politik Dagang Belanda
Masuknya VOC di abad ke-17 memengaruhi sistem politik lokal. Tahun 1696, Raja Datoe Jacobus Manoppo memberikan hak eksklusif kepada VOC atas wilayah Manado. Hal ini menyebabkan sistem pemilihan raja di BMR hanya berlaku bagi keturunan tertentu.
Kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam federasi BMR tetap mandiri, menjalin hubungan diplomatik tanpa tunduk kepada Belanda. Status BMR dalam hukum Hindia Belanda adalah Zelfbestuur (pemerintahan sendiri), berbeda dari Minahasa (Groepgemensschap) dan Gorontalo (Neo-Swapraja).
Contoh Kepemimpinan Raja
Raja Datoe Cornelis Manoppo memulai karier dari jabatan Sangadi Lipu Moloben, naik ke Panghulu Kotabunan, dan akhirnya menjadi Raja tahun 1905. Ini menunjukkan bahwa sistem meritokrasi pernah berjalan di kerajaan ini.
Kesimpulan
Federasi kerajaan di Bolaang Mongondow Raya merupakan contoh unik dari sistem monarki demokratis lokal yang mempertahankan otonomi dalam sejarah kolonial. Hak sejarah sebagai pemerintahan sendiri harusnya tetap diakui dalam konteks otonomi daerah modern di Indonesia.
Referensi
- De Hollander, D.J.J. (1884). Handleiding tot de Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. KITLV Leiden.
- Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (1917-1939). Leiden-Batavia: M. Nijhoff & E.J. Brill.
- Van der Lith, J. (1893). Regeringsalmanak voor Nederlandsch-Indië.
- Gonda, J. (1952). Indonesian Traditions and Political Systems. The Hague: Martinus Nijhoff.
- Sumitro Tegela. (Repost via Facebook): Tautan