Tradisi Doi (Uang) Selendang: Warisan Spiritual dari Desa Ayong Definisi dan Praktik Tradisi Doi Selendang
Sulit ditemukan di tempat lain, tradisi Doi (uang) Selendang adalah salah satu warisan budaya unik masyarakat Desa Ayong, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Tradisi ini dilakukan setiap menjelang pelaksanaan Salat Idul Fitri maupun Idul Adha.
Berbeda dengan kebiasaan umum di tempat lain yang menggunakan kotak amal, dalam tradisi ini masyarakat menyumbangkan uang mereka ke dalam sebuah selendang panjang yang dipegang oleh dua orang petugas. Ujung selendang dibentangkan seperti wadah, lalu dibawa berkeliling di area salat sebelum ibadah dimulai. Jamaah menyisipkan uang ke dalam selendang secara ikhlas dan diam-diam.
Di Desa Ayong sendiri, tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun. Ia bukan sekadar kebiasaan, tetapi bentuk syukur masyarakat atas berkat yang diterima sepanjang Ramadan, atau sebagai bentuk kesiapan menyambut Hari Raya Kurban.
Tujuan Sosial dan Spiritualitas Tradisi
Banyak yang menganggap remeh praktik ini, padahal tradisi Doi Selendang terbukti menumbuhkan semangat bersedekah di tengah masyarakat, bahkan mampu meningkatkan partisipasi anak-anak dalam pelaksanaan salat Id.
“Itulah yang unik dari tradisi Doi Selendang di Desa Ayong. Sebagian hasil dari doi (uang) selendang akan disumbangkan untuk masjid dan sebagian lainnya dibagikan kepada anak-anak di bawah umur 10 tahun selesai salat Id, agar mereka berminat dan terbiasa ikut menunaikan salat Id.”
— Ust. Masran Labenjang, Imam Masjid Baiturrahman, Desa Ayong
Praktik ini sekaligus menjadi cara edukatif menanamkan nilai ibadah sejak dini. Anak-anak merasa diperhatikan dan tertarik untuk kembali hadir di tahun-tahun berikutnya.
Makna Filosofis dari Penggunaan Selendang
Dalam wawancara dengan Imam Masjid, penulis artikel menanyakan alasan penggunaan selendang sebagai wadah, bukan kotak atau kantong. Jawaban beliau membuka cakrawala makna yang lebih dalam:
“Selendang adalah kain serbaguna. Biasa digunakan perempuan untuk menutup kepala atau menggendong bayi. Maka, ketika uang disedekahkan lewat selendang, artinya kita menutup niat dari riya’. Selendang menjadi simbol hijab antara pemberi dan yang melihat.”
— Ust. Masran Labenjang
Makna ini diperkuat oleh kepercayaan lokal: karena selendang sering dipakai menggendong anak, maka sebagian dari hasil sedekah juga diberikan kepada anak-anak sebagai bentuk dukungan spiritual dan kasih sayang.
Tradisi yang Hidup dalam Jiwa
Tradisi Doi Selendang bukan hanya ritual sosial, tapi representasi nilai-nilai Islam dan budaya lokal yang menyatu. Ia tidak dibuat-buat, tidak dipaksakan, dan terus dilakukan dengan semangat kolektif. Dalam kesederhanaannya, tradisi ini justru menjadi jembatan antara generasi tua dan muda, antara ibadah dan pendidikan karakter.
"Sebuah tradisi bangsa tinggal di hati dan di dalam jiwa rakyatnya."
— Mahatma Gandhi
Kutipan Mahatma Gandhi tersebut sangat relevan dengan realitas di Desa Ayong. Doi Selendang adalah wujud nyata dari tradisi yang hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat, bukan sekadar prosesi kosong. Semoga tradisi ini terus dilestarikan dan menginspirasi banyak desa lain untuk menghargai kearifan lokal mereka sendiri.
Artikel ini ditulis ulang dan dikembangkan berdasarkan karya asli dari Sri Elen Pomulu, diterbitkan di Kompasiana.com .