Sejarah Bolaang Uki dan Asal-Usul Leluhur Bolango
Catatan Wilken & Schwarz (1867) dan Narasi Lokal BMR
Artikel ini menyajikan catatan sejarah penting mengenai Bolaang Uki dan Bolango, dua entitas budaya dan etnis yang berperan besar dalam sejarah Bolaang Mongondow Raya (BMR). Catatan ini disusun berdasarkan laporan ekspedisi etnografi Wilken dan Schwarz tahun 1867 yang dipublikasikan dalam jurnal Tijdschrift voor Zendingswetenschap, serta narasi lokal dan silsilah turun-temurun masyarakat.
Negeri Oeki dan Teluk Labuhan Uki
Teluk Oeki atau Labuhan Uki dikenal sebagai dataran rendah berawa yang menjadi lokasi berdirinya negeri Oeki. Saat Wilken & Schwarz tiba, mereka disambut hangat oleh kepala suku dan para bangsawan. Pertemuan berlangsung di rumah Djogugu, penasihat utama kerajaan. Rumah kayu bertingkat itu dipenuhi kain dekoratif, menunjukkan estetika tinggi masyarakat lokal.
Di dalam rumah itu hadir seorang pelaut tua dari zaman kolonial dengan "helm tembaga belang" dan tombak, menyerupai tentara VOC, memberi kesan adanya warisan kolonial yang melekat.
Struktur Sosial dan Kondisi Ekonomi
Populasi Bolaang Uki saat itu sekitar 250–300 jiwa dengan 50–60 rumah tangga, tersebar di wilayah pesisir seperti Molibagu. Islam telah menjadi agama mayoritas. Pemerintah Hindia Belanda menerima pajak sebesar 250 gulden per tahun, sebagian disalurkan ke raja dan menteri.
Industri dan perdagangan sangat terbatas. Tenun menurun karena kain Eropa, pertanian kecil, pembuatan garam, dan konsumsi sagu menjadi tulang punggung ekonomi.
Leluhur Bolango dan Migrasi Sejarah
Leluhur suku Bolango bermukim di kaki Gunung Klabat, kemudian pindah ke Pulau Lembeh. Karena pelanggaran adat (kisah cinta antar saudara bangsawan), datanglah bencana. Mereka mengungsi ke Siau, Kema, Belang, dan Totokia.
Di Totokia, pernikahan antara Pangeran Limboto dan Putri Totokia melahirkan komunitas Bolango di Gorontalo. Konflik tanah mendorong perpindahan ke Bangka, lalu ke Teluk Oeki tahun 1849–1850. Mereka disebut Bolango Oeki atau Bolaang Uki.
Sistem Pemerintahan Bolaang Uki
Raja saat itu: Alijoe-Dini-Iskander-Goebal-Badiaman (berkuasa sejak 1837). Sistem pemerintahan berbentuk monarki terbatas:
- Raja
- Jogugu (penasehat)
- Kapiten Laut
- Marsaoli
- Walapoleo
- Hoekoem
- Kimalaha
- Major
Raja dipilih melalui musyawarah, bukan mutlak turun-temurun.
Insiden Pulau Tiga dan Intervensi Residen
Tahun 1864, kapal Jepang diserang di Labuhan Uki oleh kelompok bersenjata dari Gorontalo. Kapal dibakar, awak dibunuh. Pelaku dihukum oleh Residen Manado karena dianggap menyerang kapal non-VOC.
Warisan Sejarah dan Identitas Lokal
Catatan ini mencerminkan transformasi sosial-politik, migrasi Bolango, hubungan antar kerajaan, dan interaksi dengan Belanda. Istilah lokal "Gobal" (Golonggom–Bolaango) menunjukkan ikatan budaya antaretnis.
Kesimpulan
Kisah ini adalah fondasi identitas budaya BMR. Pemahaman sejarah memperkuat solidaritas masyarakat adat, agama, dan etnis di wilayah tersebut.
Referensi:
- Tijdschrift voor Zendingswetenschap, hlm. 32–39 (Wilken & Schwarz, 1867)
- Catatan lisan dan silsilah Bolango–Bolaang Mongondow
- Facebook: Historia BMR
- "Bolaang Mongondow dan Islamisasi" – U. B. Mokoginta (2021)
- "Sejarah Perdagangan Sulawesi Utara" – M. Palar (1989)
🫡🫡🫡🫡🫡
BalasHapus