Dialog Tak Terduga: Ketika Sang Khalifah Mencari Nasihat Abu Hazim

Kisah Abu Hazim dan Khalifah Sulaiman – Episode 1 | Pena Sehat

Kisah Abu Hazim dan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik – Episode 1

"Sang Khalifah yang Takut Mati"

Langit Damaskus cerah, namun di dalam istana, wajah sang Khalifah tampak muram. Sulaiman bin Abdul Malik, penguasa yang ditakuti dan disanjung seantero negeri, sedang duduk dalam kesunyian yang menyesakkan. Di sekelilingnya, para pelayan berlalu-lalang, namun tak satu pun berani mengusik lamunan panjang sang penguasa.

“Mengapa aku merasa seperti ini?” batinnya. Malam tadi, ia bermimpi sedang berdiri di sebuah padang luas, sendirian, di hadapan kubur yang terbuka.

Ia memanggil ulama-ulama istana. Mereka datang, dengan kitab dan kata-kata manis. Tapi tiada satu pun yang menjawab kegundahannya dengan jujur. Mereka hanya memuji dan merendah, tapi tidak menjawab pertanyaan paling penting: “Mengapa aku takut mati?”

Di sudut ruangan, seorang pelayan tua memberanikan diri bicara: "Tuanku, ada satu nama... tapi beliau tidak seperti para ulama istana. Beliau bernama Abu Hazim Salamah bin Dinar. Tinggalnya sederhana, di pinggir kota. Tapi lidahnya tajam dan hatinya jujur."

Khalifah menatap tajam. “Bawa dia ke sini. Aku ingin mendengar kebenaran, bukan pujian.”

Abu Hazim Datang ke Istana

Hari berikutnya, seorang lelaki tua dengan jubah kasar memasuki istana. Langkahnya ringan, wajahnya damai. Tak sedikit pun terlihat gentar meski dikelilingi kemewahan dan penjagaan ketat.

“Engkaukah Abu Hazim?” tanya sang Khalifah.

“Ya, aku.” jawabnya singkat.

Khalifah langsung bertanya tanpa basa-basi:

“Wahai Abu Hazim, mengapa kita membenci kematian?”

Abu Hazim memandangnya sejenak, lalu menjawab tenang:

“Karena kalian telah membangun dunia kalian dan merusak akhirat kalian. Maka kalian benci berpindah dari bangunan menuju kehancuran.”

Khalifah terdiam. Itu adalah jawaban pertama yang membuat hatinya gemetar.

Ia bertanya lagi:

“Bagaimana keadaan orang beriman di hadapan Allah?”

Abu Hazim menjawab:

“Seperti orang yang telah lama terpisah dari keluarganya. Ia kembali dan disambut penuh cinta.”

“Dan orang yang berdosa?”

“Seperti budak yang melarikan diri dari tuannya. Ia ditangkap dan dikembalikan dalam ketakutan.”

Antara Dunia dan Akhirat

Sang Khalifah mulai resah. “Apa yang harus aku lakukan, Abu Hazim?”

“Tinggalkan kemewahan yang tidak berguna. Carilah apa yang akan menolongmu di kubur. Jangan kumpulkan apa yang tidak akan menemanimu saat kau sendirian di liang lahad.”

Suasana menjadi hening. Para pejabat istana saling pandang, tak berani berkata apa-apa. Abu Hazim tetap berdiri tegak, tidak meminta apa-apa, tidak memuji siapa-siapa.

Sebelum pulang, sang Khalifah menatapnya dan bertanya terakhir kali:

“Apakah engkau mau tinggal di istana dan menjadi penasihatku?”

Abu Hazim tersenyum tipis. “Aku tidak tertarik pada dunia, wahai Amirul Mukminin. Yang kubutuhkan hanya cukup untuk hidup dan mati dengan tenang.”

Khalifah menghela napas panjang. Ia sadar, istananya yang megah tak mampu menandingi ketenangan hati seorang fakir yang dekat dengan Allah.

Namun malam itu, seseorang dari istana datang ke rumah Abu Hazim dengan sebuah tawaran yang tidak biasa... dan ancaman yang tersembunyi.

BERSAMBUNG KE EPISODE 2

Jangan lewatkan: Tawaran, Ancaman, dan Keteguhan Abu Hazim


Artikel ini adalah bagian dari serial "Hikmah Para Salaf" yang diadaptasi dari kitab klasik Siyar A‘lam an-Nubala karya Imam Adz-Dzahabi.

Tag: Kisah Islam, Abu Hazim, Cerita Muslim Klasik, Hikmah, Khalifah Umayyah, Nasehat Ulama

Lebih baru Lebih lama