Oleh: Arun Algaus
Editor: Tim Pena Sehat
Pemimpin Ideal dalam Perspektif Imam Al-Ghazali: Telaah Ihya’ Ulumuddin
Dalam diskursus keislaman klasik, persoalan kepemimpinan tidak pernah dipisahkan dari dimensi moral, keilmuan, dan spiritual. Hal ini tampak jelas dalam pemikiran Imam Al-Ghazali sebagaimana dikaji dalam jurnal “Kriteria Pemimpin Perspektif Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin” yang diterbitkan oleh Jurnal Keislaman Volume 07 Nomor 01 Maret 2024. Kajian ini menempatkan kepemimpinan bukan sekadar persoalan kekuasaan, tetapi sebagai amanah besar yang menentukan keberlangsungan agama dan tatanan sosial.
Kepemimpinan sebagai Kebutuhan Syar’i dan Sosial
Jurnal tersebut menegaskan bahwa menurut Imam Al-Ghazali, keberadaan pemimpin merupakan kewajiban syariat. Ketiadaan pemimpin justru dipandang lebih berbahaya daripada hadirnya pemimpin yang zalim, karena kekosongan kepemimpinan dapat melahirkan kekacauan sosial. Negara, dalam pandangan Al-Ghazali, hadir untuk menjaga keteraturan hidup manusia serta menjamin terlaksananya nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat. Pernyataan terkenalnya bahwa agama adalah fondasi dan negara adalah penjaganya menunjukkan hubungan simbiotik antara agama dan kekuasaan.
Landasan Konseptual Kepemimpinan Imam Al-Ghazali
Kajian jurnal ini menunjukkan bahwa Al-Ghazali tidak memisahkan kepemimpinan dari orientasi akhirat. Tugas utama pemimpin adalah mengarahkan masyarakat kepada fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah. Kepemimpinan ideal tidak berhenti pada keberhasilan administratif atau politik, tetapi pada kemampuannya membimbing manusia menuju kehidupan yang adil dan sejahtera, baik secara lahir maupun batin.
Dalam Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan bahwa pemimpin sejati harus mampu mempengaruhi lingkungannya, mencegah kerusakan, serta menumbuhkan keadilan sosial. Kepemimpinan semacam ini lahir dari perpaduan antara ilmu, agama, dan akhlak, tiga unsur utama yang tidak dapat dipisahkan.
Tiga Pilar Kriteria Pemimpin
Jurnal tersebut merumuskan bahwa kriteria pemimpin menurut Imam Al-Ghazali berporos pada tiga pilar utama, yaitu ilmu, agama, dan akhlak.
Pertama, ilmu. Seorang pemimpin wajib memiliki intelektualitas yang memadai agar mampu memahami realitas, mengambil kebijakan yang tepat, dan membedakan yang benar dari yang salah. Dalam Ihya’ Ulumuddin, akal dipandang sebagai cahaya yang menuntun manusia kepada pengetahuan dan kesadaran. Tanpa ilmu, kepemimpinan akan jatuh pada kebodohan yang berujung pada kerusakan.
Kedua, agama. Keimanan merupakan fondasi batin seorang pemimpin. Al-Ghazali menegaskan bahwa iman bukan sekadar pengakuan lisan, tetapi keyakinan mendalam yang melahirkan ketaatan dan tanggung jawab. Pemimpin yang beriman akan menjalankan amanahnya dengan kesadaran bahwa seluruh tindakan berada dalam pengawasan Tuhan.
Ketiga, akhlak. Akhlak menjadi penentu kualitas kepemimpinan. Menurut Al-Ghazali, akhlak bukan hanya perilaku lahiriah, melainkan kondisi batin yang secara spontan melahirkan perbuatan baik. Pemimpin yang berakhlak mulia mampu menahan diri dari tirani, menjunjung keadilan, serta melindungi rakyat dari kezaliman.
Kepemimpinan dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dalam kajian ini juga dijelaskan bahwa kepemimpinan menurut Imam Al-Ghazali berkaitan erat dengan pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar. Pemimpin memiliki tanggung jawab untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dimulai dari dirinya sendiri, kemudian kepada aparat dan masyarakat luas. Kegagalan pemimpin dalam menjalankan fungsi ini dipandang sebagai awal kehancuran sosial.
Relevansi Pemikiran Al-Ghazali
Jurnal tersebut menegaskan bahwa pemikiran Imam Al-Ghazali tetap relevan untuk konteks modern. Kepemimpinan yang hanya bertumpu pada kekuasaan tanpa ilmu, agama, dan akhlak akan melahirkan krisis moral dan sosial. Sebaliknya, pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan ketiga unsur tersebut berpotensi menghadirkan kemakmuran dan ketertiban sebagaimana dicita-citakan dalam ajaran Islam.
Penutup
Berdasarkan kajian dalam jurnal ini, dapat dipahami bahwa kriteria pemimpin menurut Imam Al-Ghazali bukanlah konsep utopis, melainkan panduan etis dan spiritual yang berakar kuat dalam tradisi keilmuan Islam. Kepemimpinan ideal adalah kepemimpinan yang menumbuhkan keadilan, menjaga agama, serta memuliakan manusia melalui ilmu dan akhlak. Tanpa ketiganya, kepemimpinan akan kehilangan arah dan makna.
Referensi
- Nurma Isfira Maharani, Ahmad Muzakki, Saiful Islam. “Kriteria Pemimpin Perspektif Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin.” Jurnal Keislaman, Volume 07, Nomor 01, Maret 2024.
- Referensi pendukung sebagaimana tercantum di dalam jurnal tersebut.
Disclaimer Akademik
Artikel ini disusun berdasarkan jurnal ilmiah sebagai sumber utama. Untuk pemahaman yang lebih mendalam dan keperluan akademik, pembaca disarankan mengakses dan membaca jurnal asli yang menjadi rujukan artikel ini.
