NEW UPDATES
Memuat berita terbaru...

Lahirnya Tradisi Tarājim dalam Sastra Arab Islam

Tarājim dan Sirah dalam Tradisi Islam (Bagian 2): Lahirnya Tradisi Biografi dalam Sastra Arab

Oleh: Arun Algaus
Editor: Tim Pena Sehat


awal penulisan tarajim

Pembuka

Pada bagian lanjutan ini, pembahasan memasuki tahap yang lebih spesifik, yakni asal-usul penulisan tarājim dalam sastra Arab. Muhammad ‘Abd al-Ghanī Ḥasan menunjukkan bahwa tradisi biografi dalam Islam tidak lahir secara tiba-tiba, melainkan tumbuh seiring dengan kebutuhan keagamaan, terutama dalam menjaga otentisitas risalah Islam.

Sīrah Nabawiyyah sebagai Fondasi Tarājim

Penulis menegaskan bahwa sīrah nabawiyyah merupakan bentuk paling luas, paling awal, dan paling mendapat perhatian dalam tradisi tarājim Islam. Kehidupan Nabi Muhammad ﷺ menjadi poros utama yang mengitari sejarah kelahiran, perkembangan, dan penyebaran Islam melalui peperangan, penaklukan, serta dinamika sosial umat.

Karena kedudukannya yang sangat sentral, sīrah nabawiyyah diperlakukan secara khusus dalam sejarah dan sastra Arab. Ia diteliti, dijelaskan, diringkas, bahkan diperluas penafsirannya sepanjang masa. Penulis menegaskan bahwa pembahasan sīrah Nabi memiliki tempat tersendiri karena keagungan pribadi Nabi dan pengaruhnya yang mendalam dalam kesadaran umat Islam.

Dari Hadis ke Ilmu Tarājim

Seiring perhatian terhadap sīrah, muncul pula perhatian besar terhadap tadwīn al-ḥadīth (kodifikasi hadis). Hadis tidak langsung ditulis pada masa Nabi ﷺ demi menghindari percampuran dengan Al-Qur’an. Namun, ketika kebutuhan menjaga ajaran semakin mendesak, hadis mulai dikodifikasi dan melahirkan berbagai disiplin ilmu pendukung.

Salah satu dampak penting dari kodifikasi hadis adalah perhatian terhadap para perawinya. Para ulama mulai menulis biografi singkat para perawi untuk menilai kelayakan mereka dalam membawa sanad hadis. Dari sinilah lahir karya-karya al-jarḥ wa al-ta‘dīl, yang menimbang kredibilitas perawi dengan ukuran yang sangat ketat.

Dalam konteks ini, tarājim berfungsi bukan sebagai karya sastra, melainkan sebagai instrumen ilmiah untuk menjaga kemurnian ajaran Nabi ﷺ.

Lahirnya Kitab Ṭabaqāt

Perhatian terhadap para perawi kemudian berkembang menjadi penulisan biografi yang lebih sistematis berdasarkan kelompok dan generasi. Lahirlah kitab-kitab ṭabaqāt, yang mengelompokkan tokoh berdasarkan bidang keilmuan, profesi, atau masa hidup, seperti ṭabaqāt sahabat, mufassir, ahli hadis, penyair, dan ahli bahasa.

Penulis menyebutkan bahwa salah satu karya awal yang penting adalah Tārīkh karya Imam al-Bukhārī (w. 256 H), yang disusun dalam beberapa bentuk: besar, tengah, dan ringkas. Karya ini berbeda dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī yang berisi hadis, karena fokusnya adalah pada biografi para tokoh.

Tokoh lain yang menonjol adalah Ibn Sa‘d (w. 230 H) dengan karyanya al-Ṭabaqāt al-Kubrā. Penulis menjelaskan bahwa meskipun Ibn Sa‘d berguru dan bekerja bersama al-Wāqidī, ia memiliki pendekatan berbeda. Karyanya mencakup sīrah Nabi ﷺ, peperangan, serta biografi para sahabat—baik laki-laki maupun perempuan—dari berbagai wilayah.

Tarājim di Luar Lingkaran Hadis

Penulisan tarājim tidak hanya terbatas pada sahabat dan ahli hadis. Muhammad ‘Abd al-Ghanī Ḥasan mencatat peran Muhammad ibn Sallām al-Jumaḥī (w. 231 H) yang menyusun Ṭabaqāt al-Shu‘arā’, sebuah karya yang menggabungkan biografi penyair dengan kutipan karya sastra mereka.

Karya ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat tidak hanya tertuju pada tokoh agama, tetapi juga pada penyair dan budayawan. Penulis bahkan menukil sebuah riwayat dengan sanad panjang untuk menunjukkan betapa kuatnya tradisi periwayatan dalam penulisan tarājim.

Motivasi Penulisan Tarājim

Penulis menegaskan bahwa pada masa-masa awal, penulisan tarājim umumnya lahir dari dorongan ilmiah dan kesadaran pribadi, bukan karena perintah penguasa. Baru pada periode-periode selanjutnya—terutama saat muncul kerajaan-kerajaan kecil Islam—sebagian karya disusun atas permintaan penguasa.

Meski demikian, banyak penulis tarājim menegaskan kemandirian intelektual mereka. Tokoh-tokoh seperti Ibn Taghrī Birdī, Ibn al-‘Imād al-Ḥanbalī, Ibn Khallikān, dan Yāqūt al-Ḥamawī secara eksplisit menyatakan bahwa karya mereka lahir dari dorongan keilmuan dan kecintaan terhadap ilmu, bukan demi kepentingan politik.

Penutup

Pembahasan halaman 18–22 menunjukkan bahwa tradisi tarājim dalam sastra Arab tumbuh dari kebutuhan menjaga ajaran Islam, lalu berkembang menjadi tradisi intelektual yang luas dan mandiri. Pada tahap ini, tarājim belum berfungsi sebagai seni biografi modern, tetapi telah menjadi fondasi ilmiah yang kokoh bagi perkembangan historiografi Islam di masa-masa berikutnya.


Referensi

  • Ḥasan, Muḥammad ‘Abd al-Ghanī. التراجم والسير. Bab “نشأة التراجم في الأدب العربي”, halaman 18–22.

Disclaimer Akademik

Artikel ini disusun berdasarkan kitab ilmiah sebagai sumber utama. Untuk pemahaman yang lebih mendalam dan keperluan akademik, pembaca disarankan mengakses dan membaca kitab asli التراجم والسير karya Muhammad ‘Abd al-Ghanī Ḥasan, khususnya pembahasan halaman 18–22.
Lebih baru Lebih lama