NEW UPDATES
Memuat berita terbaru...

Cerita Rakyat Bolango: Mangkubi atau Tujuh Buku-buku, Raksasa Berbulu dari Hutan

Oleh: Ishak Goma
Editor: Tim Pena Sehat


tujuh buku buku
Gambar Ilustrasi

Mengenal Mangkubi / Tujuh Buku-buku: Raksasa Berbulu dari Hutan Bolango

Dalam khazanah cerita rakyat yang diwariskan secara lisan di wilayah Bolango, dikenal sosok makhluk gaib bernama Mangkubi, yang dalam beberapa penuturan juga disebut Tujuh Buku-buku. Kisah tentang makhluk ini hidup dari cerita ke cerita, dikenang oleh para tetua, dan diceritakan ulang sebagai bagian dari memori kolektif masyarakat setempat.

Menurut penuturan masyarakat, Mangkubi digambarkan sebagai makhluk berpostur sangat tinggi, bahkan melampaui pohon-pohon besar di dalam hutan. Seluruh tubuhnya ditutupi rambut atau bulu yang lebat, panjang, dan kasar, menjadi ciri utama yang melekat kuat dalam ingatan orang-orang yang mendengar kisahnya.

Dalam cerita yang diwariskan secara lisan, Mangkubi dipercaya sebagai penghuni sekaligus penjaga kawasan hutan dan pegunungan yang dianggap rawan. Kehadirannya sering dikenali bukan melalui penampakan langsung, melainkan melalui tanda-tanda alam, seperti suara dahan pohon yang patah, atau bayangan hitam besar yang bergerak cepat di antara pepohonan pada waktu senja hingga malam hari.

Perilaku dan Mitos yang Dikenang

Berbeda dengan gambaran hantu dalam pemahaman modern, Mangkubi tidak diposisikan sebagai arwah gentayangan. Ia lebih dipahami sebagai makhluk gaib penghuni alam liar. Sebagaimana dikenang oleh para tetua, terdapat beberapa kisah yang kerap diceritakan ulang kepada generasi muda.

Pertama, dalam cerita lama disebutkan bahwa Mangkubi pernah tinggal di perkampungan dan berbaur di tengah masyarakat. Namun, seiring waktu, kehadirannya dianggap menakutkan, terutama bagi anak-anak. Karena rasa takut tersebut, masyarakat akhirnya mengusirnya, hingga Mangkubi memilih berdiam di hutan dan bersembunyi di pohon-pohon besar.

Kedua, terdapat larangan yang sering disampaikan orang-orang tua, yakni tidak membakar udang atau kepiting pada sore atau malam hari. Menurut cerita yang beredar, aroma dari udang dan kepiting yang dibakar dipercaya dapat memanggil kehadiran Mangkubi, yang kemudian akan menakuti penghuni rumah dengan cara menggoyangkan pohon-pohon atau berdiri di belakang rumah.

Ketiga, Mangkubi dikenal sebagai sosok yang dapat menyesatkan orang di hutan. Dalam penuturan lisan, mereka yang masuk ke hutan dengan niat buruk atau tanpa menjaga sopan santun dipercaya bisa dibuat berputar-putar di tempat yang sama selama berhari-hari, seolah kehilangan arah.

Keempat, ada pula cerita bahwa Mangkubi suka menyembunyikan manusia, terutama anak-anak atau orang yang sedang melamun. Ia digambarkan menyembunyikan mereka di ketiaknya yang lebar atau menaruhnya di atas pohon tinggi, sehingga sulit ditemukan oleh orang lain.

Meski demikian, dalam hampir semua kisah yang beredar, Mangkubi tidak digambarkan sebagai makhluk pemangsa manusia. Penampilannya memang mengerikan dan mengintimidasi, tetapi perannya lebih sering dipahami sebagai pemberi peringatan atau “pelajaran” bagi mereka yang melanggar aturan adat dan etika di alam.

Makna Simbolis bagi Masyarakat Bolango

Bagi masyarakat Bolango, cerita tentang Mangkubi bukan sekadar dongeng pengantar tidur. Secara simbolik, kisah ini berfungsi sebagai pengingat kolektif tentang hubungan manusia dengan alam.

Larangan mengganggu habitat Mangkubi secara tidak langsung menanamkan nilai pelestarian lingkungan. Hutan tidak dipandang sekadar ruang eksploitasi, melainkan wilayah yang memiliki penjaga dan harus diperlakukan dengan hormat.

Selain itu, cerita ini juga mengajarkan etika saat berada di alam liar. Menjaga tutur kata, sikap, dan niat ketika memasuki hutan menjadi pesan moral yang terus diulang melalui kisah-kisah tentang Mangkubi.

Hingga kini, bagi sebagian masyarakat Bolango, Mangkubi tetap hadir sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal. Ia menjadi simbol peringatan agar manusia senantiasa hidup berdampingan secara harmonis, tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam dan dunia gaib yang dipercaya menyertainya.


Sumber Cerita:

  • Wawancara dan penuturan lisan masyarakat setempat
  • Catatan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun

Disclaimer Budaya & Akademik:

Artikel ini disusun berdasarkan tradisi lisan dan penuturan masyarakat sebagai bagian dari khazanah budaya lokal.
Cerita yang disajikan tidak dimaksudkan sebagai catatan sejarah akademik, melainkan sebagai dokumentasi narasi budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Lebih baru Lebih lama