Kisah Bishr al-Hāfi: Sang Zuhud yang Tidak Mau Memakai Sandal (Bagian 1)
Di tengah gemerlapnya kota Baghdad pada masa Dinasti Abbasiyah, hiduplah seorang pemuda bernama Bishr bin al-Hārith, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan al-Hāfi — yang berarti "si tanpa alas kaki". Ia bukanlah seorang yang sejak kecil dikenal sebagai ahli ibadah, namun justru tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari nilai-nilai ketakwaan. Namun justru dari latar belakang inilah, Allah mengangkat namanya hingga tercatat dalam sejarah sebagai salah satu ulama sufi besar yang hidup dalam kezuhudan yang luar biasa.
Masa Muda yang Lalai
Menurut keterangan yang terdapat dalam Siyar A‘lām al-Nubalā’ karya Imam adz-Dzahabi, Bishr muda menjalani kehidupan yang penuh kemewahan dan kesenangan dunia. Ia kerap menghadiri majelis-majelis musik, pesta, bahkan terlibat dalam lingkungan yang jauh dari ajaran Islam.
Namun di balik itu semua, Bishr sebenarnya memiliki hati yang lembut. Ia dikenal ramah kepada tamu, pemurah terhadap fakir miskin, dan tidak sombong meski berada di lingkungan elite sosial Baghdad.
Catatan Sejarah: Nama lengkapnya adalah Bishr bin al-Hārith bin ‘Abd al-Rahmān. Ia hidup pada masa pemerintahan Khalifah Hārūn al-Rashīd (170–193 H), dan wafat sekitar tahun 227 H.

Momen Tobat: Surat dari Allah
Suatu malam, sebagaimana biasanya, Bishr sedang berada di rumahnya menyelenggarakan pesta bersama teman-temannya. Di tengah keramaian itu, seorang lelaki shalih yang lewat di depan rumahnya merasa terganggu dengan suara hingar-bingar dari dalam rumah. Ia pun mengetuk pintu dan bertanya kepada pelayan yang membukakan:
"Apakah pemilik rumah ini adalah seorang hamba Allah yang baik, atau seorang yang durhaka?"
Pelayan itu bingung menjawab. Namun Bishr mendengar langsung pertanyaan itu dan menyuruh pelayannya berkata:
"Katakan padanya, Bishr adalah orang yang durhaka."
Lelaki shalih itu menjawab dengan kalimat yang membuat hati Bishr tergetar:
"Jika ia tahu bahwa dirinya durhaka, maka harapan bagi dirinya masih sangat besar. Barangkali suatu hari ia akan bertobat dan menjadi lebih baik."
Ucapan itu menghunjam hati Bishr. Ia pun segera keluar rumah, meninggalkan pestanya, dan berjalan tanpa alas kaki ke arah jalan. Ia menangis dan bertobat kepada Allah di malam itu juga.
Kenapa Tidak Memakai Alas Kaki?
Setelah peristiwa itu, Bishr tidak pernah lagi mengenakan sandal. Ketika ditanya mengapa ia selalu berjalan tanpa alas kaki, ia menjawab:
"Aku bertobat kepada Allah dalam keadaan tanpa alas kaki. Maka aku ingin bertemu Allah dalam keadaan seperti itu juga."
Kebiasaan ini membuat masyarakat memanggilnya dengan sebutan al-Hāfi, yang melekat hingga akhir hayatnya.
Perubahan Total dalam Hidupnya
Setelah tobatnya, kehidupan Bishr berubah drastis. Ia menjadi seorang ahli ibadah, zuhud, wara’, dan sangat hati-hati terhadap dunia. Ia menolak segala bentuk pemberian dari penguasa. Ia hanya makan dari hasil usahanya yang halal. Ulama-ulama besar seperti Ahmad bin Hanbal bahkan memujinya sebagai orang yang memiliki keteguhan dalam menjaga diri dari dunia.
Imam Ahmad pernah berkata:
"Sejak Bishr bertobat, aku belum pernah melihat orang yang lebih agung wara’-nya daripada dia."
Ia pun dikenal sebagai penasihat yang bijak dan menjadi tempat rujukan banyak orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Kesaksian Para Ulama
Beberapa ulama besar sezaman dengannya seperti:
- Imam Ahmad bin Hanbal
- Imam Fudhail bin Iyadh
- Abu ‘Abdillah al-Mubarak
...selalu menyebut Bishr sebagai sosok yang jujur dalam bertobat, istiqamah dalam kezuhudan, dan mulia akhlaknya.
Dalam salah satu perkataannya, Bishr berkata:
"Aku lebih suka meninggalkan dunia tanpa membawa dosa, daripada membawanya penuh amalan namun tidak diterima Allah."
Part 2 dari kisah ini akan membahas warisan pemikiran Bishr, nasihat-nasihat zuhudnya yang dikutip dalam kitab tasawuf klasik, serta bagaimana pengaruhnya pada generasi setelahnya.
Artikel ini bersambung ke Part 2.
Seperti kisah Bishr al-Hāfi yang tersebar luas dari lisan ke lisan, mari kita teruskan semangat kebaikan ini. Jika kisah ini menyentuh hati dan membuka mata, jangan ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Bisa jadi, seperti seorang ulama yang lewat di depan rumah Bishr, Anda pun menjadi sebab hidayah bagi orang lain.
Untuk Anda yang ingin terus mengikuti kisah-kisah inspiratif dari tokoh Islam klasik seperti ini, silakan berlangganan gratis artikel dari kami. Tak ada biaya, hanya semangat untuk terus belajar dan mendekatkan diri kepada Allah lewat jejak para salaf.